Minggu, 04 November 2007

Debat Kampus


Ospek, Perkenalan atau Ajang Balas Dendam?
Cetak E-mail


Ospek mendengar kata yang satu ini, sebagian dari kita terutama mahasiswa langsung membayangkan suasana perkenalan yang diwarnai kekerasan fisik maupun mental. Kegiatan ini dibungkus dan disamarkan sebagai ritual tahunan setiap kampus yang bisa dibilang tak jarang memakan korban jiwa. Hal yang fenomenal yang terjadi beberapa waktu yang lalu adalah kasus kekerasan yang terjadi di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN).

Kegiatan ospek yang sering diperhalus pengucapannya dengan sebutan masa perkenalan atau masa orientasi ini bisa dibilang adalah masa-masa yang cenderung “tidak enak”, atau bisa dibilang lebih banyak duka dari pada sukanya.

Sebagian orang juga memberi anggapan ospek juga merupakan suatu ajang balas dendam kakak angkatan yang kebetulan bertindak sebagai panitia ospek.

Kegiatan ini biasanya dimulai beberapa hari sebelum masa perkuliahan dimulai. Pada umumnya mahasiswa disuguhkan dengan aturan yang bisa dibilang agak “aneh“ dan kurang wajar, bahkan disertai ancaman tidak dapat mengikuti proses perkuliahan jika tidak memnuhi ketentuan tersebut.

Disamping aturan-aturan yang diberikan tersebut, panitia juga sesekali meneriakkan tujuan diadakannya kegiatan ospek ini yakni penegakkan disiplin, membangun kemandirian, menumbuhkan kesadaran akan pentingnya hidup berkelompok dan bermasyarakat. Serta tak kalah pentingnya, menanamkan pemahaman bahwa mahasiswa sebagai calon intelektual harus berpihak pada kepentingan masyarakat.

Seberapa keras pun kakak angkatan meneriakkan kata-kata tersebut kita sebagai mahasiswa yang diospek tidak akan terlalu mengindahkan, karena kita sedang mengalami suatu tindak penyiksaan secara halus. Mulai dari merangkak dikotoran sapi hingga kegiatan-kegitan lain yang lebih mengarah kepada penegakan disiplin yang biasa dilakukan instansi militer.

Dilihat dari sisi manapun praktek ospek ini sangat tidak relevan bila menonjolkan kegiatan bersifat fisik. Kegiatan yang diterapkan dalam ospek cenderung kegiatan yang tidak wajar dan sering bertentangan dengan hati nurani.

Rata-rata panitia yang turut serta di dalam ospek tidak memiliki pemahaman yang memadai mengenai arti dan pentingya masa orentasi. Terdapat motif pribadi dari panitia yang negatif, misalnya balas dendam karena dalam masa sebelumnya dia juga diospek sehingga timbul arogansi senior kepada junior. Kedua faktor tersebut saling melengkapi, pemahaman panitia yang kurang menyebabkan tradisi buruk dalam ospek dipertahankan.

Dalam praktek ospek ini muncul pertanyaan apakah metoda kekerasan ala fasis, satu-satunya sarana untuk menciptakan soliditas dan kedisiplinan mahasiswa? Banyak hal yang bisa mendukung pernyataan ini terutama dua hal yang diatas.

Pengenalan kampus melalui ospek memang suatu kegiatan yang tidak bisa dielakkan kehidupan kampus. Namun yang jadi perhatian bagaimana menciptakan suatu kegiatan pengenalan kampus tanpa harus diwarnai dengan tindak kekerasan dan ketegasan secara berlebihan apalagi sampai memakan korban. Kalau praktek pelaksanaan ospek dari tahun ketahun seperti ini melulu sebaiknya praktek ospek dihilangkan saja, namun jika ospek ingin tetap lestari, maka kita harus merombak secara tegas tata cara pelaksanaannya.


dikutip dari http://www.okezone.com/index.php?option=com_content&task=view&id=37477&Itemid=175

Tidak ada komentar: